Mencintai Anak Yatim
Anak yatim ialah seorang anak yang ditinggal mati oleh bapaknya ketika ia belum dewasa/baligh. Di dalam agama dijelaskan bahwa anak yatim memiliki kedudukan tersendiri, dan dikatakan bahwasanya anak yatim mendapat perhatian khusus dari Rosulullah, karena anak yatim itu sendiri ditakutkan akan terlantar dan menjadi seorang yang tidak bertanggung jawab apabila ia tidak diperhatikan, sebab anak yatim tersebut membutuhkan bimbingan sampai anak yatim tersebut dewasa secara fisik dan pikiran.
Sebuah hadits menyebutkan bahwasanya orang yang mencintai dan memelihara anak yatim sangat mulia di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. orang yang mencintai dan memelihara anak yatim ia akan bersama Rasulullah Shallallhu ‘Alahi Wasallam di syurga. Begitu dekatnya bersanding dengan Rasulullah di syurga diibaratkan sebagai jari telunjuk dan jari tengah.
Sedangkan seorang anak yang ditinggal mati oleh ibundanya ketika ia masih kecil bukanlah seorang anak yatim melainkan disebut dengan anak piatu. karena arti anak yatim ialah seorang anak yang ditinggal mati oleh bapaknya(yang menafkahinya). Didalam agama islam yang dianjurkan mencari nafkah untuk keluarganya ialah seorang bapak bukan seorang ibu.
Dan telah dijelaskan didalam Al-Qur'an mengenai larangan memakan harta yang dimiliki oleh anak yatim.
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (QS.An-Nisa:10).
Hadits yang diriwayatkan ismail bin abdurrahman menyebutkan "pemakan harta anak yatim dengan lalim itu besok di hari kiamat akan dikumpulkan dan pada waktu itu keluarlah api yang menyala nyala dari mulutnya, telinga,dan matanya sehingga semua orang pada waktu itu tau bahwa ia pemakan harta anak yatim."
dan sebagian dari para ulama mengatakan,bahwa seseorang yang memelihara anak yatim apabila ia termasuk kedalam orang fakir mak ia diperbolehkan memakan harta anak tersebut sesuai dengan kebutuhannya dengan cara yang baik (ma'ruf) tetapi diharamkan apabila berlebihan.
pendapat Ibnul Jauzi dalam penafsirannya "Bil Ma'ruf"ada 4 yaitu :
1. mengambil harta anak yatim dengan cara hutang.
2. memakan hartanya untuk di makan saja.
3. mengambil harta anak tersebut untuk imbalan yang mengasuhnya.
4. memakan hartanya karena terpaksa dan apabila ia sudah memiliki harta ia harus mengembalikan dan apabila ia memang sudah tidak mampu maka itu semua di halalkan.
1. mengambil harta anak yatim dengan cara hutang.
2. memakan hartanya untuk di makan saja.
3. mengambil harta anak tersebut untuk imbalan yang mengasuhnya.
4. memakan hartanya karena terpaksa dan apabila ia sudah memiliki harta ia harus mengembalikan dan apabila ia memang sudah tidak mampu maka itu semua di halalkan.
Posting Komentar